Kabarphatas.com, Surabaya – Permasalahan hukum dan hak dasar yang menimpa warga Apartemen Bale Hinggil (ABH) di Surabaya hingga kini belum menemukan titik terang.
Kuasa hukum warga ABH, Agung Parmadi, menyampaikan bahwa para penghuni yang telah melunasi pembayaran unit apartemen masih terus memperjuangkan hak-hak mereka yang terabaikan, termasuk akses terhadap kebutuhan dasar seperti listrik dan air.
Menurut Agung, para pemilik unit telah berulang kali mengajukan permohonan keadilan serta perlindungan hukum kepada Pemerintah Kota Surabaya.
Bahkan, permasalahan ini telah dimediasi oleh Komisi C DPRD Surabaya. Namun, keputusan hasil rapat bersama yang dikeluarkan oleh pemerintah kota maupun DPRD sejauh ini diabaikan oleh pihak pengembang dan pengelola apartemen.
“Sejak 8 April 2025, listrik dan air yang merupakan kebutuhan dasar warga telah dimatikan, padahal warga telah membayar lunas biaya tagihan bulanannya. Ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” ujar Agung dalam keterangannya.
Ia juga mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap belum adanya langkah tegas dan signifikan dari Pemerintah Kota Surabaya, meskipun Wali Kota Surabaya telah melakukan inspeksi mendadak dan mediasi pada 16 Desember 2024, serta Wakil Wali Kota turut hadir dalam kegiatan serupa pada 26 Februari 2025 bersama DPRD Komisi C.
Agung menambahkan bahwa situasi warga saat ini sangat memprihatinkan, terlebih setelah tertutupnya ruang dialog di DPRD dan belum adanya kepastian langkah penyelesaian dari pemerintah daerah.
Dalam laporan yang telah disampaikan kepada Polda Jawa Timur, warga menyampaikan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh pengembang PT Tlatah Gema Anugrah (TGA) dan pengelola PT Tata Kelola Sarana (TKS), di antaranya penggelapan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencapai kisaran Rp7 miliar.
Lebih jauh, Agung mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan seperti dijaminkannya sertifikat induk dengan nilai hingga ratusan miliar rupiah, serta pelanggaran terhadap ketentuan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Ia juga menyinggung dugaan gratifikasi yang melibatkan oknum pemerintah kota dan oknum DPRD Surabaya.
Merespons situasi yang dianggap kian memburuk, Agung bersama warga telah melayangkan pengaduan resmi kepada sejumlah lembaga tinggi negara di Jakarta, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung, dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Surat permohonan juga telah dikirimkan kepada Komisi III DPR RI untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP).
“Kami memohon perhatian dari lembaga-lembaga tinggi negara tersebut, agar dapat membantu warga ABH yang telah ditindas secara sewenang-wenang oleh pihak pengembang. Kami ingin memperoleh hak kami yang sah secara hukum, yaitu Akta Jual Beli (AJB) dan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS),” tegas Agung.
Ia menutup keterangannya dengan menyampaikan harapan agar perjuangan warga yang telah berlangsung lama ini mendapatkan respons dan tindakan nyata dari pihak berwenang, demi tercapainya keadilan dan pemulihan hak-hak dasar yang selama ini dirampas.