Kabarphatas.com, Jakarta – I Gusti Ngurah Agung Krisna Adi Putra, seorang Warga Negara Indonesia, mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 143 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (25/11/2024).
Permohonan ini didukung oleh Yayasan Advokasi Bantuan Hukum (Yayasan SIBAKUM), yang dipimpin oleh Singgih Tomi Gumilang bersama timnya.
Permohonan tersebut didaftarkan melalui portal daring MKRI dengan nomor 153/PAN.ONLINE/2024. Fokus permohonan adalah frasa “surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani”, yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Pemohon, frasa tersebut sering menjadi penghalang bagi terdakwa untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil.
Singgih Tomi Gumilang, perwakilan Yayasan SIBAKUM, menjelaskan bahwa pengajuan ini dilatarbelakangi oleh ketidakkonsistenan penerapan ketentuan administratif terkait tanggal dan tanda tangan dalam surat dakwaan.
Dalam kasus Pemohon, terdapat dua versi surat dakwaan yang tidak bertanggal dan tidak ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum.
“Ketentuan ini multitafsir dan sering menjadi hambatan dalam memastikan hak terdakwa. Ini jelas bertentangan dengan prinsip due process of law,” jelas Singgih.
Pemohon menyatakan tiga alasan utama sebagai dasar uji materi ini:
1. Kepastian Hukum dan Keadilan: Ketidakjelasan norma administratif melanggar hak konstitusional warga negara atas perlindungan hukum yang adil.
2. Multitafsir Hukum: Frasa tersebut membuka peluang interpretasi berbeda di tingkat pengadilan, merugikan terdakwa.
3. Implikasi Praktis: Ketiadaan tanggal dan tanda tangan dalam surat dakwaan menghambat terdakwa dalam menyusun pembelaan.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk:
1. Mengabulkan permohonan sepenuhnya.
2. Menyatakan bahwa frasa “surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat kecuali dimaknai sebagai surat dakwaan yang telah diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Majelis Hakim dan terdakwa atau penasihat hukumnya.
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.
“Dengan permohonan ini, kami berharap MK dapat memberikan tafsir bersyarat atas norma tersebut agar keadilan substantif dapat terwujud tanpa mengorbankan kepastian hukum,” tutup Singgih.
Tentang Yayasan SIBAKUM
Yayasan Advokasi Bantuan Hukum (SIBAKUM) adalah organisasi yang fokus memperjuangkan hak konstitusional warga negara. Sejak berdiri, yayasan ini konsisten memberikan pendampingan hukum profesional, inklusif, dan berintegritas tinggi untuk mereka yang membutuhkan keadilan.