Pada kesempatan yang sama, Irawati, mahasiswa lulusan profesi bidan Unusa, mengatakan bahwa dirinya merasa bangga dan bersyukur dapat menerapkan penelitiannya ini menjadi kegiatan yang solutif, bahkan dapat dikembangkan menjadi sebuah teknologi inovasi.
“Alhamdulillah yang awalnya saya hanya menjadikan ini sebagai penelitian studi, akhirnya didukung penuh beberapa pihak diantaranya dosen saya di Unusa, kepala desa juga memfasilitasi posyandu rutin di desa parseh wilayah kerja Puskesmas Jaddih sebagai upaya pencegahan stunting juga. Semoga dengan pijat tuina bisa mengatasi permasalahan stunting di Indonesia ini,” ucapnya.
Hadir pula. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan, Nur Hotibah, S.ST.Bd. M.MKes. Ia mengungkapkan, hasil penelitian dari awal tahun 2022 di Kecamatan Socah, balita kategori gizi buruk terdata di angka 3,9 persen. Dan saat ini telah menurun drastis bahkan hingga nol gizi buruk. Sementara untuk kategori balita kurang gizi yang sebelumnya di angka 8,2 persen, sekarang turun di angka 6 persen.
“Melalui metode pijat tuina ini, penurunan angka gizi buruk dan gizi kurang sangat drastis dan sangat bermanfaat bagi para balita, khususnya di Puskesmas Jaddih. Kami sangat bersyukur juga atas inovasi yang dikembangkan oleh pihak Unusa dengan adanya NU-Posting juga, yang didalamnya ada modul edukasi pijat tuina,” tukasnya.
Menghadapi hasil positif ini, Dinkes Kabupaten Bangkalan akan segera menerbitkan regulasi yang mendukung replikasi pijat tuina di puskesmas-puskesmas lain yang belum teredukasi mengenai metode ini. Langkah ini sangat penting untuk memastikan bahwa seluruh balita di Kabupaten Bangkalan, terutama yang berada di daerah terpencil, mendapatkan akses yang sama terhadap intervensi yang telah terbukti efektif ini.
“Kami berkomitmen untuk melanjutkan dan memperluas implementasi metode yang telah dikembangkan ini. Harapannya, angka permasalahan stunting ini bisa turun, dan para balita ternutrisi dengan baik,” ucapnya.
Tim Dosen FKK Unusa juga berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan dan monitoring terhadap masyarakat Desa Parseh guna memastikan program ini berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang optimal.
Dengan adanya program pemberdayaan ini, diharapkan angka stunting di Desa Parseh dapat ditekan, dan desa tersebut dapat mewujudkan visi sebagai desa siaga bebas stunting.
Inisiatif ini juga diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia untuk melakukan upaya serupa dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan anak-anak di seluruh negeri. (Nayla)